Oleh Study Rizal LK; Mantan Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof. Dr. Azyumardi Azra dikenal luas sebagai seorang cendekiawan Muslim, sejarawan, dan akademisi yang memiliki pengaruh besar dalam pemikiran Islam modern di Indonesia. Namun, salah satu kontribusi pentingnya yang sering kali terlupakan adalah perannya dalam dunia jurnalistik, terutama dalam mengembangkan jurnalisme Islam yang progresif dan inklusif. Sebagai seorang yang memulai karirnya di dunia pers dan terus berperan aktif dalam jurnalistik hingga akhir hayatnya, Prof. Azyumardi Azra pantas dijuluki sebagai "Bapak Jurnalisme Islam" di Indonesia.
Panji Masyarakat: Peran Awal di Dunia Jurnalisme
Peran awal Prof. Azyumardi Azra di majalah Panji Masyarakat memiliki signifikansi penting dalam membentuk pandangan dan keterlibatannya di dunia jurnalisme. Panji Masyarakat merupakan salah satu media yang berpengaruh pada masa Orde Baru, khususnya di kalangan Muslim intelektual Indonesia. Didirikan oleh Buya Hamka pada tahun 1959, majalah ini menjadi sarana penting bagi pemikiran Islam progresif dan wacana intelektual Muslim di Indonesia. Di sinilah Azra muda mulai mengasah keterampilan jurnalistiknya dan terlibat dalam diskusi-diskusi penting tentang peran media dan agama dalam kehidupan sosial.
Ada beberapa aspek kunci dari peran awal Prof. Azyumardi Azra di Panji Masyarakat dalam dunia jurnalisme, yaitu:
1. Media sebagai Wadah Pemikiran Islam Progresif
Panji Masyarakat berdiri sebagai salah satu corong pemikiran Islam yang berusaha menjawab tantangan modernisasi dan perkembangan sosial-politik di Indonesia. Azra, yang saat itu masih berusia muda, terlibat dalam dinamika intelektual ini dengan menulis dan meliput isu-isu yang berkaitan dengan Islam dan peranannya di masyarakat.
Di majalah ini, Azra belajar tentang pentingnya media dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang dapat mendorong perubahan sosial. Melalui jurnalisme di Panji Masyarakat, ia membantu mengartikulasikan bagaimana Islam dapat bersinergi dengan modernitas tanpa kehilangan identitas. Majalah ini berusaha menjembatani Islam tradisional dengan modernitas yang tengah berkembang di Indonesia.
2. Pembentukan Kesadaran Sosial dan Politis
Pengalaman di Panji Masyarakat memperkenalkan Azra pada isu-isu sosial dan politik yang melibatkan umat Islam di Indonesia. Ia menyaksikan bagaimana media dapat menjadi alat penting untuk memengaruhi opini publik dan mendorong diskusi tentang hak-hak politik, sosial, dan agama.
Pengalaman ini memperkuat pemahaman Azra bahwa jurnalisme bukan hanya soal melaporkan peristiwa, tetapi juga menjadi sarana untuk mendorong keadilan dan perubahan.
Di era Orde Baru, Panji Masyarakat beroperasi dalam lingkungan yang penuh dengan tantangan, termasuk pembatasan terhadap kebebasan pers dan sensor pemerintah. Dalam konteks ini, Azra menyaksikan langsung bagaimana media harus berhadapan dengan kekuasaan sambil tetap berusaha mempertahankan integritasnya. Pengalaman ini memperkaya perspektif kritisnya tentang hubungan antara media, kekuasaan, dan masyarakat.
3. Pelatihan Keterampilan Jurnalistik
Sebagai jurnalis muda di Panji Masyarakat, Azra mengembangkan keterampilan jurnalistik dasar, mulai dari menulis berita hingga melakukan investigasi dan analisis. Kemampuan ini kelak menjadi fondasi yang penting dalam perjalanan karier akademiknya. Di bawah bimbingan Buya Hamka dan para intelektual Muslim lainnya, Azra belajar tentang pentingnya integritas, akurasi, dan keseimbangan dalam penyampaian berita.
Pengalaman ini juga menanamkan padanya nilai-nilai jurnalisme yang selalu berpihak pada kebenaran dan etika profesional. Ia belajar bahwa jurnalis memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam menjaga objektivitas dan memastikan informasi yang disampaikan berdasar pada fakta yang dapat dipercaya. Keterampilan ini menjadi bagian integral dari pendekatan intelektualnya ketika ia beralih ke dunia akademik.
4. Jurnalisme sebagai Alat Dakwah
Di Panji Masyarakat, jurnalisme juga dilihat sebagai salah satu bentuk dakwah. Azra memahami bahwa tulisan-tulisan di media dapat menjadi sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat dan progresif. Melalui jurnalisme, ia belajar bagaimana cara menyampaikan pesan-pesan Islam yang relevan dengan tantangan sosial dan politik kontemporer.
Dalam hal ini, Panji Masyarakat menjadi media yang tidak hanya menyajikan berita, tetapi juga menggagas ide-ide besar tentang bagaimana Islam dapat berperan aktif dalam masyarakat modern. Azra menjadi bagian dari misi ini, memperluas pandangannya tentang bagaimana agama dan media dapat bekerja bersama untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
5. Pengalaman yang Membentuk Karier Akademik
Meskipun kemudian beralih ke dunia akademik, pengalaman Azra di Panji Masyarakat memberikan dasar yang kuat bagi karier intelektualnya. Ia membawa keterampilan dan pengalaman jurnalistiknya ke dalam penelitian dan tulisan akademiknya, menggabungkan pendekatan jurnalistik yang tajam dengan analisis sejarah yang mendalam.
Sebagai seorang sejarawan, ia menggunakan pendekatan investigatif yang mirip dengan jurnalisme untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan sejarah intelektual dan sosial Islam di Indonesia. Pengalaman jurnalistiknya juga memperkuat kemampuannya untuk menyampaikan ide-ide kompleks kepada audiens yang lebih luas, tidak terbatas pada kalangan akademis saja.
Dengan demikian, peran awal Prof. Azyumardi Azra di majalah Panji Masyarakat menjadi fase penting dalam perjalanan intelektual dan kariernya. Melalui pengalaman ini, ia memperoleh pemahaman mendalam tentang peran media dalam membentuk opini publik, memperjuangkan keadilan sosial, serta menjadi sarana dakwah yang kuat. Keterlibatannya di Panji Masyarakat tidak hanya membentuk keterampilan jurnalistiknya, tetapi juga membangun fondasi nilai-nilai yang kemudian terus ia bawa dalam karier akademik dan kepemimpinannya di berbagai institusi, termasuk Dewan Pers.
Pengalaman tersebut menjadikan Prof. Azyumardi Azra tidak hanya sebagai cendekiawan yang memahami dunia akademik, tetapi juga sebagai intelektual yang paham betul bagaimana media bekerja dan bagaimana peran pers yang bertanggung jawab dalam menjaga integritas dan kebebasan informasi di Indonesia.
Jurnalisme Islam yang Progresif
Jurnalisme Islam yang progresif, menurut pandangan Prof. Azyumardi Azra, berperan penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan beradab. Pandangan ini dibentuk melalui pemahamannya yang mendalam terhadap Islam, sejarah, dan media, serta pengalamannya di dunia jurnalistik sejak muda.
Penjelasan lebih jauh tentang konsep jurnalisme Islam yang progresif menurut Azyumardi Azra adalah:
1. Keseimbangan antara Nilai Islam dan Profesionalisme Jurnalistik
Bagi Azra, jurnalisme Islam yang progresif tidak hanya berfokus pada penyampaian berita yang relevan dengan umat Islam, tetapi juga mematuhi nilai-nilai dasar Islam yang universal, seperti keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan. Ia menekankan bahwa jurnalisme yang baik harus mampu menjaga objektivitas dan tidak boleh menjadi alat propaganda untuk kelompok tertentu. Sebaliknya, jurnalisme Islam harus mampu menyuarakan kebenaran dengan tetap berpijak pada prinsip-prinsip moral Islam.
Azra percaya bahwa Islam mendukung keterbukaan, kebebasan berekspresi, dan pertanggungjawaban sosial—nilai-nilai yang juga dijunjung tinggi dalam jurnalisme profesional. Dalam hal ini, jurnalisme Islam progresif menurutnya tidak boleh terjebak dalam fanatisme atau dogma sempit, melainkan harus mencerminkan wawasan keislaman yang luas dan kritis.
2. Jurnalisme sebagai Alat untuk Menyebarkan Islam Moderat
Azra adalah pendukung kuat Islam moderat, yang selalu menolak radikalisme dan ekstremisme. Dalam pandangannya, jurnalisme Islam yang progresif harus mampu menyebarkan nilai-nilai moderasi dan toleransi dalam beragama. Media berperan penting dalam membangun narasi Islam yang inklusif, yang menghormati keragaman budaya, agama, dan pandangan politik di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Menurut beliau, jurnalisme Islam progresif memiliki tanggung jawab untuk mengikis citra negatif Islam yang sering kali disebabkan oleh ekstremisme dan salah tafsir di media massa. Dengan kata lain, media harus membantu memperbaiki persepsi publik tentang Islam dengan menyoroti nilai-nilai universal Islam yang mendukung perdamaian, dialog, dan penghormatan terhadap kemanusiaan.
3. Menghindari Sensasionalisme dan Eksploitasi Agama
Dalam pandangan Azra, salah satu tantangan besar bagi jurnalisme Islam, terutama di era digital, adalah godaan untuk terjebak dalam sensasionalisme. Media yang seharusnya berperan sebagai penyampai kebenaran sering kali memprioritaskan klik dan popularitas dibandingkan keakuratan berita. Jurnalisme Islam progresif, menurutnya, harus menolak praktik-praktik semacam ini.
Sensasi yang berlebihan dalam melaporkan isu-isu agama atau konflik berpotensi memperburuk situasi sosial dan politik, terutama di negara-negara yang rentan terhadap perpecahan. Oleh karena itu, Azra mendorong agar jurnalisme Islam tetap kritis tetapi berimbang, tidak memanipulasi agama untuk kepentingan bisnis atau politik, serta mengedepankan tanggung jawab moral dalam setiap laporannya.
4. Memajukan Diskursus Publik yang Konstruktif
Azra meyakini bahwa jurnalisme Islam yang progresif harus berperan aktif dalam memajukan diskursus publik yang konstruktif. Artinya, media tidak hanya bertugas melaporkan berita, tetapi juga menjadi platform...